Sabtu, 08 Agustus 2009

ARTIKEL

Jangan Musuhi Mereka
Oleh: Sarlito Wirawan Sarwono


Mereka telah melakukan hal-hal ynag menurut ukuran kita keterlaluan. Mengebom tempat umum serta membunuhi dan melukai orang-orang tak berdosa, bahkan sambil membunuh diri sendiri.

Jihad fisabilillah, kata mereka. Namun buat kita astaghfirullah… membunuh orang itu dikutuk Allah, apalagi membunuh diri sendiri. Karena itu, biasanya kita langsung mengutuk perbuatan mereka, bukan hanya si pelaku bom, tetapi seluruh Jajaran Islamiyah dan kelompok-kelompok sejenis yang dianggap minoritas sempalan Islam, yang beraliran radikal dan kena tipu fatwa Osama bin Laden (yang notabene bukan ulama, tapi bekas kaki tangan CIA).

Padahal, yang dikutuk itu adalah sesama Muslim, sama dengan kita. Jadi, sebenarnya mereka adalah bagian dari kita juga. Betapa tidak, mereka mengakui Allah dan Rasul yang sama dengan kita, mainstream Muslim Indonesia. Al Quran mereka sama dengan yang kit abaca setiap hari. Mereka penganut Sunni, sama dengan kita. Rukun Iman dan Rukun Islam mereka juga sama dengan kita.

Bahkan dalam soal jihad, pandangan mereka juga sama dengan kita. Kitapun dalam keadaa terdesak atau terancam akan berjihad fisabilillah kepada siapapun yang mengancam eksistensi kita. Peristiwa Tanjung Priok (1984), misalnya, meletus karena masjid dimasuku srdadu bersepatu, maka jihad fisabilillah terjadi.

?Apa beda kita dengan mereka
Di antara kita tentu ada yang berpendapat bahwa para pelaku bom itu tidak perlu kita dekati, apalagi diampuni. Mereka mau menang sendiri dan tidak mau menganggap kita yang tidak sepaham sebagai ikhwan mereka. Untuk apa kita ikhwankan mereka ?kalau mereka tidak mau

Logis juga pendapat seperti itu. Namun apa perbedaan kita dengan mereka
Kita tidak ikhwankan mereka karena mereka tidak ikhwankan dengan kita. Bukankah itu setali tiga uang? Padahal, Allah mengajarkan bahwa Islam itu satu. Jangankan dengan sesame Muslim, dengan seluruh umat manusiapun kita satu. Kalau kita yakin bahwa kalu kitalah yang benar, caranya tidak dengan meniru cara mereka, melinkan merujuk pad petunjuk Allah. Allah berfirman kita harus merangkul mereka, ya, kita rangkullah mereka.

Untuk bias merangkul mereka, atau leih tepat saling merangkul, kita perlu kenal dulu siapa mereka. Kebetulan, sbagai seorang peneliti masalah-masalah terorisme, saya lumayan banyak bergaul dengan ikhwan-ikhwan Jemaah Islamiyah ini. Pertama yang harus kita pahami, tidak semua anggota atau simpatisan JI (termasuk yang saat ini masi dipenjara atau rutan) seuju pengeboman. Sebagian besar justru menentang. Hanya sebagian kecil, kalau tidak bias dikatakan beberapa gelintiar orang, yang menentang.

Jadi, di antara mereka sendiri saling berbeda pendapat, dan itu tentu saja dibolehkan. Namun, tujuan mereka tetap sama, membentuk masyarakat yang menjalankan syariat islam. Dalam kemyataan baik mereka yang setuju ataupun yang tidak setuju dengan pengeboman sama-sama niat menjalankan syariat dengan baik dan konsekuen pada diri dan keluarga masing-masing.

Dalam hal ini, say berani menjamin bahwa kelakuan mereka jauh lebih baik (menjauhi maksiat dan lainnya) daripada kita yang mengikutu mainstream Isslam tetapi tetap STMJ (solat terus maksiat jalan)

Hanya dalm praktiknay, mereka yang setuju bom berpendapat bahwa masyarakat sekarang jahiliah, Islam dalam keadaan Siaga I, jdi kita harus melakukan juhad fisabilillah kalau tidak mau dihancurkan oleh kafir-kafir itu.

Sementar yang tidak setuju berpendapat bahwa ada saat-saat dan tahap-tahap dalam berjuang. Situasi Indonesia sudah aman dan terkendali, orang islam bebas berpendapat, boleh berserikta, bahkan syariat islam sudah banyak diadopsi hokum negara. Indonesia adalah lahan dakwah. Kita harus terus berjihad untuk islam, tetapi bukan jihad fisabilillah (perang) yang justru akanmenghancurkan organisasi kita sendiri (perkumpulan dibubarkan, pimpinan ditangkap, jaringan diacak-acak), karena memang kenyataan kita melanggar hokum.

Jangan buru-buru

Sudah tentu saya tidak setuju dengan bom. Siapapun dia. Namun, Saya ingin mengimbau Anda, siapa saja yang membaca tulisan ini, untuk tidak buru-buru menyalahkan mereka. Saling menyalahkan tidak akan menyelesaikan masalah karena justru akan mempertajam perasaan ingroup (kami) dan outgroup (mereka). Makin dimusuhi mereka akan semakin radikal.

Saling memaafkan, meski sangat berat (khususnya untuk para korban atau keluarga korban) tetapi bias, makan waktu lama, merupakan car satu-satunya untuk mengawali penyelesaian yang tuntas dan insyaAllah akan bias menghentikan bom-bom berikutnya di Indonesia.

Kalau Afrika Selatan bias menyelesaikan konflik rasial mereka, hanya dipimpin Nelson Mandela, yang renta dan narapidana, macam mana Idonesia tak bias? Apalagi obama sudah mulai melakukannya di AS, mengapa Indonesia tidak

Sarlito Wirawan Sarwono
Ketua program studi kajian ilmu kepolisian program pancasarjana, UI



:Kalimat Opini:

Mereka telah melakukan hal-hal ynag menurut ukuran kita keterlaluan. Mengebom tempat umum serta membunuhi dan melukai orang-orang tak berdosa, bahkan sambil membunuh diri sendiri.

Jihad fisabilillah, kata mereka. Namun buat kita astaghfirullah… membunuh orang itu dikutuk Allah, apalagi membunuh diri sendiri.
Padahal, yang dikutuk itu adalah sesama Muslim, sama dengan kita. Jadi, sebenarnya mereka adalah bagian dari kita juga. Betapa tidak, mereka mengakui Allah dan Rasul yang sama dengan kita, mainstream Muslim Indonesia. Al Quran mereka sama dengan yang kit abaca setiap hari. Mereka penganut Sunni, sama dengan kita. Rukun Iman dan Rukun Islam mereka juga sama dengan kita.

Kita harus terus berjihad untuk islam, tetapi bukan jihad fisabilillah (perang) yang justru akanmenghancurkan organisasi kita sendiri (perkumpulan dibubarkan, pimpinan ditangkap, jaringan diacak-acak), karena memang kenyataan kita melanggar hokum.

Kalimat Fakta:
Peristiwa Tanjung Priok (1984), misalnya, meletus karena masjid dimasuku serdadu
bersepatu, maka jihad fisabilillah terjadi.

Padahal, Allah mengajarkan bahwa Islam itu satu. Jangankan dengan sesame Muslim,
dengan seluruh umat manusiapun kita satu.

Kalau Afrika Selatan bias menyelesaikan konflik rasial mereka, hanya dipimpin Nelson Mandela, yang renta dan narapidana

jihad tidak asing bagi umat muslim
namun jihad tidak selalu berupa perang fisik
apalagi jika mengorbankan orang-orang tidak bersalah
tapi walaupun begitu tidak semestinya kita jadi menjauhi dan membenci mereka, tapi sebaiknya dilakukan sebuah pendekatan pada mereka (teroris) agar dapat menyelesaikan masalah dan tidak ada lagi bom-bom bunuh diri selanjutnya

0 komentar: